Thursday, December 13, 2012

Warna-warni daun di musim gugur



Musim gugur di Jepang adalah kesempatan menikmati pemandangan perubahan warna daun (koyo), dari hijau jadi kuning atau merah sebelum akhirnya berguguran. Tahun ini musim gugur datang terlambat sekitar 2 minggu dari biasanya. Alasannya kenapa, saya nggak tau jelas. Mungkin ada dibahas di tv, tapi maklumlah 8 bulan tinggal di Tokyo saya masih saja bisu tuli, nggak bisa ngomong dan nggak ngerti omongan orang-orang disini.

Dua tanaman yang paling mencolok perubahan warna daunnya adalah pohon ginko dan momiji. Di seluruh Jepang banyak tempat yang bisa jadi spot cantik untuk menikmati koyo, yang umumnya didominasi oleh kedua tanaman ini. Info tempat yang direkomendasikan untuk menikmati koyo bisa dilihat disini.

Daun momiji yang mulai memerah

Pengen banget bisa mengunjungi semua tempat yang ditulis di link itu. Yah dicicil deh satu persatu. Mulai dari yang dekat-dekat dulu. Tahun ini saya cukup puas bisa menikmati koyo di 3 dari  koyo spot yang ditulis disana.

1. Oze national Park

Trip ke Oze ini masih bersama teman-teman yang sebulan sebelumnya bareng ke Hokkaido, ditambah beberapa orang lainnya. Lokasinya di Gunma, sekitar 150 km sebelah utara Tokyo. Karena cukup jauh, kami menyewa mobil dari Tokyo supaya bisa lebih leluasa mengatur waktu perjalanan.

Oze terletak didataran tinggi (1400 mdpl), jadi koyo disini bisa dilihat lebih awal dibanding di Tokyo. Waktu kesana di akhir Oktober 2012, warna daun sudah berubah dan lagi cantik-cantiknya kuning dan merah. Kalau lebih telat dari itu, mungkin sebagian besar daun sudah mencoklat dan gugur.

Mobil kami parkir di Tokura, kemudian lanjut ke Hatomachitoge dengan menumpang bus yang khusus untuk pengunjung yang ingin masuk ke Oze National Park. Mau menyetir sendiri sampai ke pintu masuk national juga bisa, tapi kondisi jalan cukup berbahaya dengan banyak belokan tajam dan jurang terjal.

Petualangan di national park dimulai dengan menyusuri hiking trail yang disediakan dua jalur, supaya pengujung yang beda arah (masuk dan keluar) bisa jalan dengan nyaman tanpa bertabrakan. 


Jalur hiking di Oze National Park

Kami berjalan sekitar 1 jam untuk sampai ke Ozegahara Marshland. Tanah rawa ini selalu cantik di setiap musim. Di musim gugur, tanaman di rawa berwarna cokelat, dan dari kejauhan dapat dilihat warna warni pohon dengan latar belakang gunung Hiuchigatake. Disini disediakan beberapa tempat untuk duduk-duduk menikmati pemandangan dan berfoto.

Ozegahara Marshland di Oze National Park

2. Taman Rikugien, Komagome Tokyo.

Menikmati koyo berikutnya saya sudah ditemani suami yang mulai ikut tinggal di Tokyo. Yess, makin seru dan romantis :D. Sekalian kesempatan mengunjungi tempat-tempat cantik di Tokyo. Kalau sendirian agak malas yaa. Mau ngajak teman, kadang minatnya nggak sama.

Dimulai dengan mengunjungi taman yang dekat dari apato yaitu taman Rikugien, dan ternyata taman ini ada di list koyo spot tercantik di website japan-guide. Lokasinya cuma 2 stasiun dari apato. Taman Rikugien termasuk taman tercantik se-Jepang, selain Koishikawa Korakuen (koyo spot nomer 3 di postingan ini) yang juga deket banget dari rumah. Hohoho, senangnya tinggal dekat dengan taman-taman cantik.

Menurut sejarahnya taman Rikugien ini dibuat oleh daimyo (pemimpin jaman dulu, posisi di bawah shogun) yang tinggal disana. Awalnya lansekapnya hanya berupa tanah datar, lalu kemudian digali-timbun (cut and fill) sampai terbentuk taman yang berbukit dan ada kolamnya. Tanaman disini diatur dengan style tradisional jepang.

Taman Rikugien

Khusus selama musim gugur, di Rikugien ada light up (ライトアプ) begitu cuaca jadi gelap. Pohon-pohon yang ada di sana di terangi dengan lampu sorot dari bawah. Cantik sih, tapi butuh semangat ekstra karena suhu yang makin dingin di malam hari.

Light up taman Rikugien

3. Taman Koishikawa Korakuen

Salah satu taman tercantik se-Jepang juga, dan hanya 10 menit sepedaan dari apato. Cinta banget deh sama taman ini. Lokasinya dekat dengan Tokyo Dome (stadion baseball) yang mencolok dengan atap putih bundar dan besar.

Pemandangannya kurang lebih sama dengan Rikugien, ada kolam dan lahan yang berbukit-bukit. Dibangun di zaman edo oleh kerabat shogun Tokugawa. Dengan banyaknya momiji, taman ini memang paling cantik disaat musim gugur. Tetapi sakura juga lumayan banyak, jadi waktu musim semi nanti harus kesini lagi untuk menikmati mekarnya sakura.

Taman Koishikawa Korakuen

Daun momiji gugur berserakan di walking trail

4. Kampus University of Tokyo (Todai)

Kalau yang ini sih bonus, bisa dinikmati setiap hari selama pohon gingko yang banyak ditanam di lingkungan kampus sedang berubah warna jadi kuning. Kayaknya hampir tiap hari saya berhenti sebentar di ginko avenue dekat gerbang utama untuk memotret menggunakan kamera iphone. Kalau suami ikut makan siang bareng di kampus, dia sempetin bawa kamera juga, dan motret sampai memori cardnya penuh.

Pohon ginko yang menguning di kampus University of Tokyo

Dibanding musim semi, menurut saya kampus Todai lebih cantik di musim gugur karena jumlah pohon ginko lebih banyak dibanding sakura. Mungkin karena itu logo Todai adalah dua helai daun ginko.

Thursday, November 22, 2012

Hokkaido day 3 (end)


Waahhh sudah hari ketiga nih di Hokkaido. Saya dan tiga teman lainnya sudah dalam perjalanan ke Taman Nasional Disetsuzan. Menurut japan-guide.com, taman nasional ini termasuk yang paling alami, dan gunung Asahidake yang ada disini merupakan gunung tertinggi di Hokkaido.

Habis tidur 3-4 jam di dalam mobil di rest area, kami lanjut ke Disetsuzan. Sudah tidak melewati jalan tol lagi, tetapi jalan pegunungan yang menanjak dan berbelok. Sampai di stasiun ropeway Daisetsuzan jam 9 pagi, pas banget dapet parkir terakhir yang dekat dengan stasiun ropeway. Mobil setelahnya harus rela parkir cukup jauh, hihi.

Langsung kita berempat menyerbu toilet buat sikat gigi dan cuci muka. Toiletnya kecil dan nggak ada shower untuk mandi. Kalaupun ada shower, kayaknya nggak ada yang berani mandi karena airnya dingin banget. Ada yang sempat ngelap-lap badan pake tissue mandi. Kalo buat saya yang penting wangi dan bedakan, jadi cukup  pake parfum dan ganti baju saja. Udah merasa seger lagi. Hehe.

Lagi-lagi naik gunung kali ini kita naik ropeway. Kalo di terjemahin ke Indonesia, mungkin ropeway itu kereta gantung ya. Satu ropeway bisa muat banyak orang, mungkin 30 orang. Keberangkatannya tiap 15 menit. Dari titik keberangkatan sampai tujuan butuh waktu 8-10 menit. Lumayan bisa menikmati pemandangan taman nasional dari dinding kaca ropeway. Karena udah akhir September sebenernya kita berharap di sini sudah mulai ada perubahan warna daun jadi kuning atau merah. Ternyata tahun ini di Jepang musim gugur telat 1-2 minggu. Daun di pepohonan masih hijau. Belum berjodoh deh kayaknya menikmati musim gugur di Daisetsuzan. Mungkin artinya lain kali harus ke sini lagi ya.

Pemandangan dari dinding kaca ropeway


Tempat pemberhentian ropeway merupakan titik awal jalur hiking. Ada jalur hiking mengelilingi daerah sekitar gunung Asahidake (ini yang kita ambil, butuh waktu 1-1,5 jam), dan jalur hiking yang lanjut sampai ke puncak gunung yang butuh waktu 4-5 jam.

Pengunjung yang datang bisa memilih antara kedua jalur ini. Tapi yang namanya orang jepang, walaupun hiking-nya nggak sampai ke puncak, tetap style-nya all out seperti orang mau ke gunung fuji. Sepatu khusus hiking, tongkat, jaket anti angin, dan asesoris bermerek montbell, northface, dkk. Sedangkan kami berempat?? Hehe, hanya pake jeans, jaket dan sepatu kets. Jadi tau diri ya nggak mau nekat sampe ke puncak. Apalagi mengingat kondisi udah 2 hari kurang tidur. Bisa-bisa semaput di perjalanan.

Bapak2 jepang lagi sibuk motret pemandangan

Gunung Asahidake di Daisetsuzan National Park


Habis keliling dan foto-foto, saatnya balik ke stasiun ropeway dan balik ke mobil. Perjalanan masih panjang. Tujuan berikutnya adalah melihat aneka bunga di Furano. Furano ini kota yang terkenal di Hokkaido karena jadi setting dorama jepang jaman baheula yang terkenal banget, judulnya Kita No Kuni Kara, atau terjemahannya ‘dari negeri utara’. Konon (belum pernah nonton, makanya ditulis konon :P) di dorama ini pemandangannya bagus banget, terutama pemandangan kebun lavender yang luas.

Furano memang identik dengan lavender yang mekar di musim panas. Tapi kita kesana kan akhir September ya, musim panas udah lewat, musim gugur belum mulai. Furano nggak hanya ada lavender saja, tapi juga berbagai jenis bunga lainnya. Mekar tiap bunga beda-beda tergantung musim. 

Setelah muter-muter kota Furano karena nyasar dan mampir ke pos polisi untuk nanya2, kami memutuskan ke Tomita Farm. Salah satu perkebunan terkenal disini. Kebunnya luas banget. Selain kebun bunga-bungaan outdoor, mereka juga punya taman indoor yang berisi koleksi tanaman yang tetap mekar walaupun bukan musimnya. Juga ada berbagai produk olahan dari lavender, dan display room yang berisi bunga-bunga kering yang ditata cantik sekali.

Pemandangan di Tomita Farm, Furano

Display bunga kering di Tomita Farm


Sudah puas yaaa liat bunga-bungaan di Furano. Saatnya melanjutkan perjalanan. Masih 140 km lagi lho ke Sapporo. Di perjalanan sempat mampir dulu di restoran di pinggir jalan. Saking sibuknya jalan-jalan sampe lupa mengisi perut. Di stasiun ropeway Daisetsuzan cuma sarapan kroket kentang, dan di Tomita farm perut diganjal hanya dengan eskrim melon. Enak sih eskrimnya, tapi yang namanya eskrim mana ngasih tenaga. Untung perut akhirnya diisi juga, jadi bisa melanjutkan perjalanan ke Sapporo dengan tenang. Untung juga dari Furano ke Sapporo bisa lewat tol, jadi bisa dikebut supaya sampe Sapporo belum terlalu malam. Karena malam ini rencana kami berempat mau pesta makan seafood di restoran all you can eat yang menyediakan kepiting Hokkaido yang terkenal lezat itu, hohoho..

Sampai di Sapporo kami berempat menuju hostel. Sudah nggak sanggup deh tidur di mobil lagi. Pengen banget rasanya tidur meluruskan badan di kasur. Hostel yang kita tempati lokasinya 10 menit jalan kaki ke stasiun Sapporo. Sekamar ada 3 kasur tingkat yang bisa diisi 6 orang. Tapi waktu itu mungkin lagi nggak banyak tamu, jadi sekamar cuma diisi kita berempat saja.

Hostel ini nggak punya toilet ataupun kamar mandi sendiri. Toilet umum ada satu disetiap lantai. Sedangkan kalau mau mandi harus ke kamar mandi umum yang hanya ada di lantai basement. Kamar mandinya ala onsen jepang, yang mandinya rame-rame tanpa sekat. Saya yang nggak nyaman berbugil ria dengan orang asing sudah deg-degan. Tapi untuuuuunng banget waktu itu hostelnya lagi sepi. Jadi mandi cuma sendiri, pake shower sambil duduk di bangku kecil. Nggak coba berendam di bak onsen sih, karena takut pas lagi asik berendam ada orang lain yang masuk kamar mandi, kan maluuu…

Oyaa.. pesta sefoodnya sangat menyenangkan (dan mengenyangkan). Nama restorannya Nanda, hmm apa ya artinya. Kok mirip nama temen saya, hehe. Disini kita makan sepuasnya semua makanan yang disediain selama 90 menit dengan membayar 2800 yen. Mahal?? Enggak banget. Karena disana kita puas2in makan kepiting Hokkaido yang spesial itu, sama udang, berbagai jenis kerang, dll sebanyak-banyaknya. Tapi 90 menit ternyata cepat sekali berlalu. Kalau mau perpanjang jadi 2 jam harus nambah sekitar 1000. Ya sudahlah, sebenernya makan segini juga udah kenyang banget. Kalo diperpanjang lagi mungkin habis ini perut bisa meledak beneran :P

Seafood tabehodai di Sapporo


Malam itu kami berempat pulang ke hostel dengan bahagia. Perut kenyang, pengalaman hari ini juga seru sekali. Udah hiking di Daisetsuzan, liat bunga di Furano, dan ditutup dengan pesta seafood di Sapporo.

Besok paginya saya harus duluan balik ke Tokyo, sedangkan teman-teman yang lain masih melanjutkan petualangan di Sapporo sampai sore. Yaahh.. kenapa ya seminar lab itu harus senin sore.. hhfff…

Liburan ke Hokkaido ini memang impulsif, tapi nggak nyesel sama sekali. Makin semangat merencanakan jalan-jalan berikutnya :D

Friday, October 26, 2012

Trip to Hokkaido (day2)


Lanjut hari ke-2 di Hokkaido yaa... Kami berempat sudah di Hakodate, kota di selatan pulau Hokkaido. Dari Sapporo ditempuh dengan mobil sejauh ~280 km. Badan masih pegal, mata masih ngantuk karena cuma tidur seadanya di dalam mobil. Dengan mata masih kriyep-kriyep, kami menuju sebuah internet café untuk numpang mandi.

Internet café di Jepang fasilitasnya lengkap. Nggak cuma menyediakan komputer yang terkoneksi ke internet, tapi juga ada komik dan majalah, kursi pijat, fasilitas shower, dan kamar untuk tidur. Kamarnya sendiri sebenarnya ruangan yang ada komputer, tapi lebih tertutup dan bisa dipakai untuk tiduran. Disediakan sarapan juga lhoo.. Menunya ada nasi putih (nasi doank, tanpa lauk), berbagai jus, teh dan kopi.

Kalo mau mandi, bayarnya disesuaikan dengan waktu mau berapa lama, dan ada paket yang digabung dengan fasilitas lain. Pas banget nih mau sekalian pijat. Paket shower+pijat ini kita udah sekalian disediakan handuk lho. Shampo dan sabun juga sudah ada di ruang shower. Lumayan buat merefresh badan dan mengurangi penat.

Badan udah segar, saatnya menjelajahi kota Hakodate. Tujuan pertama adalah stasiun Hakodate. Setelah nemu tempat parkir (untung ya parkir di Hokkaido tidak sesusah di Tokyo), kami keliling morning market tak jauh dari stasiun yang banyak jual produk seafood. Baik yang mentah maupun yang sudah dimasak. Kepiting ukuran jumbo khas Hokkaido banyak dijual disini. Restoran seafood banyak yang memajang binatang laut yang masih hidup berenang-renang di dalam akuarium. Paling banyak yang dipajang adalah jenis cumi/sotong.

Stasiun Hakodate

Kepiting Hokkaido


Sotong di aquarium display


Perut sudah lapar, restoran pilihan sudah ditetapkan. Menunya apalagi kalo bukan nasi + sashimi. Mantab nih emang Hokkaido, orang-orang disini sarapannya ikan mentah!

Dengan perut kekenyangan, kami mampir sebentar ke tourist information yang ada di dalam stasiun Hakodate. Semua info tentang tourist spot disini lengkap tersedia. Petugasnya sangat ramah, dan lumayan jago ngomong inggris. Tapi selama trip ini saya tidak khawatir masalah bahasa. Karena salah satu teman yang ikut (planner, guide, merangkap driver) jago banget bahasa jepangnya. JLPT N2 gitu yaaa.. *kapaann ya bisa jago nihongo juga

Terus terang saya nggak ngerti teman saya nanya apaan ke petugas di tourist information. Cuma ngerti waktu dia bilang “haik haik wakarimashita.. oke, yuk kita berangkat”. Hihihi.. mumpung ada guide dan translator, cukup tau beres saja!

Trus kita lanjut ke Motomachi, satu daerah yang banyak gedung yang terpengaruh budaya barat, karena daerah ini yang pertama kali terbuka untuk orang luar sekitar tahun 1854 untuk perdagangan. Ada beberapa gereja disini, seperti gereja ortodok, anglikan, dan katolik. Gedung-gedung ini dibuat di daerah ketinggian, tapi tidak jauh dari pantai. Sehingga pemandangannya bagus banget, menghadap pantai. Apalagi kalau cuaca lagi cerah seperti waktu kita kesana. Selain gereja, disini juga ada Hakodate Public Hall, yang sering jadi pusat kegiatan ala barat di zaman restorasi Meiji. Desain gedungnya meniru Eropa. Bahkan ada hall untuk dansa-dansa.

Salah satu gereja di Motomachi

Menara gereja ortodoks

Ruang dansa-dansi ala eropa di Hakodate Public Hall

Salah satu bangunan ala barat dengan latar belakang pemandangan laut


Yang menarik di Motomachi ini, terjadi persaingan ketat antar penjual softcream, atau sering disebut softo. Softo ini mirip dengan ice cream cone yang dijual di McD di Indonesia. Di Jepang, softo bermacam-macam rasanya. Mulai dari yang standar seperti rasa susu, cokelat, sampai rasa peach, lavender, melon, dll. Di motomachi ini ada 3 penjual softo yang posisinya sangat berdekatan. Jadi penjualnya berusaha membuat strategi bagaimana caranya supaya softo mereka yang paling laku. Para spg sibuk membagi-bagikan kupon diskon (walaupun diskonnya 20 yen tapi lumayan banget), dan teriak-teriak kalo softo mereka yang paling enak se-Hokkaido.

Dari Motomachi kita bergerak menuju pantai untuk foto-foto dan cari makan siang. Sebenarnya ke pantai bisa jalan kaki. Tapi capek ya kalau harus nanjak lagi buat balik ke mobil. Keliling-keliling cari parkir di sekitar pantai ternyata susah (susah dapat parkir gratisan maksudnya, hehe). Parkir berbayar sih ada, tapi demi menghemat dan dapat tempat parkir yang teduh, nekat parkir dipinggir jalan yang ada pohon rindang. Tapi malah sepanjang waktu makan siang dan foto-foto kita jadi khawatir kena tilang. Walaupun nggak ditilang, tapi nggak mau lagi deh parkir illegal. Kasihan sama teman saya yang punya SIM, nanti poin SIMnya dikurangi kalau ditilang. Bisa berabe urusannya.

Hiasan lampu jalan dekat pelabuhan


Makan siang dengan menu seadanya di resto italia. Di Jepang kalo udah nggak tau mau makan apa, memang pilihannya nggak jauh dari makanan italia. Terutama kalau sudah eneg dengan sushi-sushian. Makanan italia sering banget jadi penyelamat. Bahkan buat saya selama di Jepang ini lebih sering makan makanan italia dibanding makanan jepang. Lidah Indonesia ini emang nggak bisa nerima soyu terlalu banyak, lebih mending sama saos tomat dan tabasco.

Masih lanjut nih perjalanan, berikutnya naik ropeway a.k.a kereta gantung ke gunung Hakodate. Stasiun ropeway tidak jauh dari Motomachi, jadi kami masih muter-muter didaerah sekitar sana. Dari gunung Hakodate, kita bisa lihat pemandangan kota Hakodate yang cantikkk sekali. Apalagi kalau malam hari dan cahaya lampu kota mulai gemerlapan. Bahkan menurut wikipedia, night view dari gunung hakodate termasuk 3 night view tercantik sedunia selain di Hongkong dan Naples. Bener atau tidak harus dibuktikan sendiri J

Stasiun ropeway menuju gunung Hakodate

View kota Hakodate di siang hari

View kota Hakodate di malam hari


Tak disangka semakin malam pengunjung di gunung Hakodate semakin ramai. Mungkin karena malam minggu juga ya. Selain itu aksesnya juga gampang banget. Jangan dibayangkan naik gunung harus naik tangga yang tanpa akhir seperti ke gunung Galunggung. Pengunjung cuma perlu bayar 650 yen (kalo nggak salah, kelupaan dokumentasi harga), trus tinggal berdiri manis di dalam ropeway.

Pengujung berjibun ingin menikmati night view kota Hakodate


Di atas tersedia café yang cozy dan lumayan enak. Harga sih agak mahal, tapi masih terjangkau mengingat lokasinya di tempat wisata. Di atas gunung pula.

Di gunung Hakodate ini kita ketemuan dengan seorang teman yang lagi traveling keliling Jepang sendirian. Seru banget kayaknya, dari Tokyo ke Kanazawa, terus menyusuri pantai barat Jepang ke arah utara, sampai ke Hokaido. Tapi sendirian ya, hmm.. kesepian nggak tuh? Dari Hakodate, temen ini mau nebeng mobil kami ke Sapporo. Lalu setelah itu dia melanjutkan perjalanannya sendiri.

Jadi malam itu setelah puas keliling-keliling Hakodate, kami balik ke Sapporo. 280 km lagi! Berangkat jam 9, sampai di Sapporo lewat tengah malam, dan nggak tau mau tidur dimana! Ternyata internet café yang kami datangi di Sapporo tidak mau  menerima tamu yang bukan member. Tak satu pun dari kami yang punya membercard. Sedangkan waktu di Hakodate, internet café di sana ngebolehin aja dan nggak nanya apa-apa tentang membercard. Mungkin mereka kasihan melihat 4 cewek asing dengan muka kuyu dan badan bau, hehe.

Kami berempat ke-ce-wa! Padahal udah terbayang enaknya duduk santai di kursi pijat, trus mandi, lalu tidur di ruang komputer. Pilihan kedua, mau tidur di tempat karaoke. Tapi ternyata biaya karaoke di Sapporo mahal. Dan kami para mahasiswa modal duit beasiswa nggak mau keluar duit banyak cuma buat tidur di kursi karaoke.

Setelah menimbang-nimbang, dengan nekat (duh sering banget nih pake kata ‘nekat’, harusnya cerita perjalanan ini dibuat judulnya “balada 4 cewek nekat di Hokkaido”, hehe). Oke, dengan nekat kami melanjutkan perjalanan ke taman nasional Daisetsuzan, karena besoknya berencana hiking ke gunung Asahidake, yang merupakan gunung tertinggi di Hokkaido. Jam 3 pagi nggak ada lagi yang sanggup nyetir. Dan kami menginap di rest area (lagi), dengan mengambil posisi tidur seadanya di dalam mobil. Nggak kedinginan?? Bangeett. Saya inget terbangun dua kali sambil setengah menggigil. Lalu benerin pashmina dan mencoba tidur lagi. Yahh namanya juga ngantuk, kondisi gimana pun pasti tertidur juga.







Monday, October 22, 2012

Hokkaido: Sapporo - Hakodate (day1)


“Ourjapanadventures” yang pertama dimulai dengan cerita perjalan ke daerah utara Jepang: Hokkaido!

Keputusan ke Hokkaido ini impulsif banget. Saya malah waktu itu sedang heboh pindahan dari asrama ke apato. Pindahan di Jepang tidak segampang pindahan kos di Bandung. Banyak sekali dokumen dan printilan yang harus diurus, belum lagi packing dan unpacking barang yg melelahkan.

Di saat kehebohan itu, ada teman yang mengajak  untuk weekend getaway ke Hokkaido. Berangkat jumat malam, pulang senin malam (bolos ngampus senin, heuheu..). Setelah menimbang sekilas, dan cukup pede bisa beres pindahan sebelum weekend, saya setuju dan langsung beli tiket Air Asia Tokyo-Sapporo return. Tapi sayang harus reschedule tiket pulang jadi senin pagi, karena baru ingat senin sore itu harus hadir di seminar lab. Saking semangatnya mau jalan-jalan, sampai lupa kalau senin sore ada jadwal seminar -__-!!

Pada hari keberangkatan, jam 1.30 siang sudah kabur dari kampus. Pulang ke apato sebentar untuk mengambil koper dan langsung menuju bandara Narita. Air Asia Japan sepertinya agak aneh berbeda, domestic flight ada di Narita, sedangkan international flight di bandara Haneda. Berkebalikan dengan airlines di Jepang pada umumnya. Di Narita pun, gate keberangkatan untuk Air Asia ada di arrival hall. Dua orang teman yang ikut trip ini sempat kebingungan sebelum akhirnya bisa ketemu di gate.

Anehnya Berbedanya lagi, lokasi counter checkin Air Asia tersembunyi. Saya sampai kebingungan mau check in di mana, lalu telat check in dan harus bayar denda 1000 yen. Hfff.. ya sudahlah, yang penting bisa berangkat.

Singkat kata, saya dan 2 orang teman lainnya terbang ke Sapporo, sedangkan 1 orang teman lagi sudah menunggu di bandara Shin Chitose, Sapporo. Selama perjalanan di Hokkaido kami berempat menyewa mobil. Supaya lebih gampang dan fleksible mau kemana-mana. Melihat rencana perjalanan yang padat banget, sangat repot kalau harus mengandalkan kereta.

Bandara Shin Chitose, Sapporo

Dari bandara, kami naik bus yang disediakan oleh pihak rental mobil ke tempat mengambil mobil. Hmm.. sebenarnya banyak hal menarik untuk diceritakan pada saat mengambil mobil. Tapi sebaiknya diceritakan terpisah mengenai detail menyewa mobil di Jepang.

Di counter penyewaan mobil di bandara

JR Eki Rental Car

Dari Shin Chitose, 1 mobil Honda Fit (mirip dengan Honda Jazz) yang isinya 4 cewek nekat langsung menuju Hakodate yang jaraknya ~280 km. Menyetir di jalan tol di Jepang sangat nyaman. Kondisi jalan bagus, rambu-rambu jelas, dan pengguna jalan tidak ada yang ugal-ugalan. Saking nyamannya malah jadi bosan, hehehe. Mungkin karena malam hari, kiri-kanan juga nggak ada yang bisa dilihat.

Sampai di Hakodate sekitar jam 2 pagi. Kami tidak berencana mencari tempat penginapan karena berencana tidur di mobil saja. Keluar dari tol, cari kombini untuk parkir, dan masing-masing mencari posisi tidur seadanya. Lumayan pegel dan dingin. Walaupun siang hari cukup hangat sekitar 25 C, tapi ternyata cuaca di malam hari sangat jauh berbeda. 12-14 C saja! Saking dinginnya, kadang2 jadi terbangun kedinginan. Tidak ada yang persiapan bawa selimut. Menahan dingin hanya dengan jaket dan pashmina tipis. Haha, menyiksa diri.