Monday, February 25, 2013

Liburan musim dingin ke Nagano



Sebenarnya kalau sudah memasuki musim dingin jadi malas kemana-mana, terutama buat manusia tropis seperti saya. Walaupun musim dingin di Tokyo jarang saljunya, tapi dinginnya nggak kalah sama wilayah Jepang lainnya. Plus anginnya yang wuzz wuzz! Sudah pakai heat tech dan jaket sekian lapis juga tetap menggigil. Dan saya jadi kebiasaan menyetok kairo di saku jaket (pemanas sekali pakai) atau ditempel di telapak kaki.

Jarangnya turun salju di Tokyo ini juga bikin saya agak sebal. Masa hanya kebagian dinginnya aja. Salju dong, salju! Biar pemandangannya kayak di film-film gitu. Hampir tiga bulan musim dingin, baru sekali salju turun di Tokyo di pertengahan Januari kemarin. Saljunya cukup parah dan membuat repot semua orang. Sepertinya warga Tokyo memang punya ‘love-hate relationship’ dengan salju. Sumringah kalau salju datang, tapi benci dengan efeknya yang bikin semua orang jadi susah ngapa-ngapain. Banyak kereta yang nggak jalan, mobil yang tergelincir, atau jalan kaki jadi gampang terpeleset.
Saat hujan salju, di jalan depan apato


Tapi sayangnya, waktu badai salju ini suami sedang tidak di Tokyo. Dia cuma bisa lihat sisa-sisa salju di pinggir jalan seminggu setelahnya. Agak kecewa sih, tapi ya nggak kecewa-kecewa banget karena kita sudah merencanakan perjalanan singkat ke Nagano, daerah pegunungan sekitar 220 km ke utara, dimana kita bisa liat salju sepuasnya di sana.

Tujuan utama kita ke Nagano adalah melihat monyet salju yang suka berendam di kolam air panas. Dulu pernah baca artikelnya di majalah National Geographic, lupa entah edisi kapan. Di seluruh dunia, hanya monyet-monyet di Jepang yang suka berendam di kolam air panas (onsen). Sepertinya didukung oleh kondisi geografis Jepang punya banyak gunung api dan sumber air panas alami. Mungkin nenek moyangnya monyet disini pernah yang coba berendam, keenakan, dan jadi keterusan sampai sekarang.



Monyet berendam di Jigokudani Yaen-koen

Lokasi monyet onsen ini namanya Jigokudani Yaen-koen, atau Jigokudani Monkey Park. Jigokudani sendiri artinya lembah neraka, karena situasinya menurut orang-orang sini seperti neraka: curam dan banyak sumber air panasnya. Untuk mencapainya, dari stasiun Tokyo kita berdua naik Asama Shinkansen menuju Nagano (7770 yen, perjalanan 100 menit). Tiket shinkansen kita beli on the spot, tanpa reserve seat. Untuk menjamin dapat seat yang nyaman, kita udah antri di line gerbong unreserved sebelum keretanya datang. Untung juga kereta ini stasiun awalnya di Tokyo, jadi kemungkinan untuk dapat tempat duduk lebih besar. Sedangkan kalau saja kita naik dari stasiun Ueno, kayaknya tempat duduk sudah penuh. Bahkan di stasiun pemberhentian berikutnya seperti Takasaki, masih banyak penumpang yang naik dan berdiri karena tidak kebagian tempat duduk lagi.

Sampai di stasiun Nagano, kita ganti kereta ekspres Nagano Dentetsu menuju Yudanaka (1130 yen, 74 menit). Kereta ekspres ini masinisnya tidak ada di depan atau dibelakang, tapi di bagian tengah kereta. Sedangkan dibagian depan dan belakang jendelanya didesain agar penumpang dapat menikmati pemandangan secara maksimal. Sepertinya kereta ini ditujukan untuk turis yang mengunjungi Yudanaka yang punya banyak objek wisata. Tidak hanya monkey park, tapi juga Yamanouchi-machi dan Shibu onsen yang terkenal dengan wisata onsen dari zaman dulu. Dan disini juga ada ski resort terbesar se-Jepang, yaitu Shiga Kogen yang pernah digunakan dalam olimpiade musim dingin tahun 1998.

Poster olimpiade musim dingin 1998, stasiun Nagano

Begitu sampai di stasiun Yudanaka kita berdua jalan kaki menuju ryokan (hotel tradisional Jepang), yaitu Shimaya ryokan yang jaraknya sekitar 400 meter dari stasiun. Ryokan ini dipilih karena harganya yang relatif murah dibanding ryokan sejenis, dan dapat review yang bagus di tripadvisor (14000 yen, tatami room untuk 2 orang dengan private bathroom). Pemiliknya Yumoto-san mengurus sendiri ryokan ini bersama istrinya. Bapak ini selalu sibuk kemana-mana mengantar tamu, walaupun tidak diminta oleh tamu tersebut. Tiap ada yang terlihat mau keluar dari ryokan, langsung ditanya, “Where are you going? I will take you!” Bahasa Inggrisnya lumayan lancar untuk standar orang Jepang.

Shimaya ryokan, Japanese style sroom

Setelah menaruh tas, saya dan suami langsung menuju monkey park, tentu saja diantar oleh Yumoto-san. Bapak ini sudah seperti sopir pribadi untuk setiap tamu yang menginap di ryokan nya. Seru sih, walaupun kadang kita jadi terburu-buru karena tugas dia selanjutnya (mengantar tamu lain tentunya) sudah menunggu.

Ternyata lokasi monkey park cukup jauh dari ryokan. Dari stasiun Yudanaka sebenarnya ada bus, tetapi jadwalnya hanya 1 atau 2 bus tiap jam. Untung banget deh dianterin sama Yumoto-san. Kita diantar sampai gerbang monkey park, dan melanjutkan perjalan dengan jalan kaki sejauh 1,6 km. Jalannya berupa jalan setapak melewati hutan pinus. Di kiri kanan penuh salju. Kebetulan hari itu salju turun walaupun tidak deras.

Di depan gerbang menuju monkey park


Butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai ke lokasi kolam onsen yang diisi oleh monyet-monyet berendam. Sesampainya di lokasi, orang-orang sudah banyak yang berdiri mengelilingi kolam air panas yang penuh dengan para monyet yang berendam. Pengunjung sibuk memotret para monyet. Anehnya, monyet-monyet ini seperti tidak peduli dengan banyaknya manusia. Mereka cuek dan lanjut berendam dengan nikmatnya. Mau disorot sedekat apapun dengan kamera mereka tidak peduli.

Monkey onsen dan fotografer


Karena cuaca yang super duper dingin, setelah sekitar 45 menit, saya protes supaya suami menyudahi sesi pemotretannya. Kita balik jalan kaki ke gerbang untuk makan tempura soba. Nikmat banget rasanya lagi kedinginan begini makan tempura soba yang hangat. Lalu tak lama Yumoto-san menjemput dengan mobilnya untuk kembali ke ryokan.

Ke Yudanaka kurang sreg rasanya kalau tidak mencoba berendam di salah satu kolam air panasnya, atau onsen. Disini onsen tidak hanya untuk monyet, tapi juga untuk manusia. Konon sejak zaman samurai dulu, daerah ini sudah terkenal jadi tujuan wisata onsen. Tempat onsen yang ada sekarang ini banyak diantaranya yang sudah berdiri sejak ratusan tahun yang lalu. Oya, berendam di onsen ala jepang semua pengunjung wajib bugil 100%. Berhubung suami ogah berbugil ria dengan orang asing, Yumoto-san merekomendasikan tempat onsen outdoor yang punya kolam privat. Dan lagi-lagi diantar sendiri oleh si Bapak. Sungguh pengalaman onsen ini tiada duanya deh. Kolamnya outdoor, di tempat tinggi seperti diatas tebing, jadi kita bisa menikmati pemandangan pedesaan ke bawah sambil berendam dan kena hujan salju. Kita pesan onsen ini selama 50 menit seharga 2500 yen buat berdua. Tidak begitu mahal juga, karena untuk onsen umum, perorang bayar 1000 yen. Pada saat di jemput oleh Yumoto-san, kita minta diturunkan di warung sushi tak jauh dari ryokan untuk makan malam.

Private outdoor onsen

Hari kedua di Yudanaka. Dimulai dengan sarapan ala Jepang di restoran ryokan. Sarapan ini tidak termasuk di biaya kamar, jadi perorang kita harus bayar 1200 yen. Atau bisa lebih murah kalau pesan western breakfast dengan menu roti-rotian. Sarapan ala Jepang memang khas banget. Menunya beragam dengan porsi kecil-kecil. Mulai dari nasi, ikan, sup miso, acar, buah, dll. Kenyang banget.

Selanjutnya kita berdua tidak punya rencana khusus. Hanya mau keliling menikmati pemandangan kota. Yumoto-san mengantar kami ke Shibu-onsen, tak jauh dari ryokan, dimana juga banyak terdapat onsen. Disini suasanya lebih eksotik. Ada puluhan onsen yang bersebelahan satu sama lain, dihubungkan oleh jalan-jalan kecil. Tamu yang menginap di daerah ini umumnya suka onsen hopping, atau berendam dari satu onsen ke onsen lainnya. Saya dan suami hanya berkeliling, mengambil foto, dan mampir di beberapa toko yang menjual kue-kue manis ala jepang atau wagashi.

Shibu-onsen


Dari shibu onsen, kita mampir ke kuil yang ada patung besarnya. Entah ini patung apa, sepertinya kannon atau di Indonesia dikenal dengan nama dewi kwan im. Setelah foto-foto dan membuat kehebohan dengan membunyikan lonceng besar disana, kita berdua balik ke ryokan dengan jalan kaki.

Liburan singkat yang mengesankan. Mudah-mudahan bisa balik kesini saat musim gugur nanti untuk menikmati musim panen apel, karena waktu keliling kota dan sepanjang perjalanan kita banyak sekali melihat perkebunan apel. Dan tentu saja mencoba lagi private onsen outdoor yang sangat nikmat itu.

Ini video perjalanan ke Nagano kemarin, yang diupload di Youtube.