Lanjut hari ke-2 di Hokkaido yaa... Kami berempat sudah di
Hakodate, kota di selatan pulau Hokkaido. Dari Sapporo ditempuh dengan mobil
sejauh ~280 km. Badan masih pegal, mata masih ngantuk karena cuma tidur
seadanya di dalam mobil. Dengan mata masih kriyep-kriyep, kami menuju sebuah
internet café untuk numpang mandi.
Internet café di Jepang fasilitasnya lengkap. Nggak cuma
menyediakan komputer yang terkoneksi ke internet, tapi juga ada komik dan
majalah, kursi pijat, fasilitas shower, dan kamar untuk tidur. Kamarnya sendiri
sebenarnya ruangan yang ada komputer, tapi lebih tertutup dan bisa dipakai
untuk tiduran. Disediakan sarapan juga lhoo.. Menunya ada nasi putih (nasi doank,
tanpa lauk), berbagai jus, teh dan kopi.
Kalo mau mandi, bayarnya disesuaikan dengan waktu mau berapa
lama, dan ada paket yang digabung dengan fasilitas lain. Pas banget nih mau sekalian
pijat. Paket shower+pijat ini kita udah sekalian disediakan handuk lho. Shampo
dan sabun juga sudah ada di ruang shower. Lumayan buat merefresh badan dan
mengurangi penat.
Badan udah segar, saatnya menjelajahi kota Hakodate. Tujuan
pertama adalah stasiun Hakodate. Setelah nemu tempat parkir (untung ya parkir
di Hokkaido tidak sesusah di Tokyo), kami keliling morning market tak jauh dari
stasiun yang banyak jual produk seafood. Baik yang mentah maupun yang sudah
dimasak. Kepiting ukuran jumbo khas Hokkaido banyak dijual disini. Restoran
seafood banyak yang memajang binatang laut yang masih hidup berenang-renang di
dalam akuarium. Paling banyak yang dipajang adalah jenis cumi/sotong.
Stasiun Hakodate
Kepiting Hokkaido
Sotong di aquarium display
Perut sudah lapar, restoran pilihan sudah ditetapkan. Menunya
apalagi kalo bukan nasi + sashimi. Mantab nih emang Hokkaido, orang-orang
disini sarapannya ikan mentah!
Dengan perut kekenyangan, kami mampir sebentar ke tourist
information yang ada di dalam stasiun Hakodate. Semua info tentang tourist spot
disini lengkap tersedia. Petugasnya sangat ramah, dan lumayan jago ngomong
inggris. Tapi selama trip ini saya tidak khawatir masalah bahasa. Karena salah
satu teman yang ikut (planner, guide, merangkap driver) jago banget bahasa
jepangnya. JLPT N2 gitu yaaa.. *kapaann ya bisa jago nihongo juga
Terus terang saya nggak ngerti teman saya nanya apaan ke
petugas di tourist information. Cuma ngerti waktu dia bilang “haik haik
wakarimashita.. oke, yuk kita berangkat”. Hihihi.. mumpung ada guide dan
translator, cukup tau beres saja!
Trus kita lanjut ke Motomachi, satu daerah yang banyak
gedung yang terpengaruh budaya barat, karena daerah ini yang pertama kali terbuka
untuk orang luar sekitar tahun 1854 untuk perdagangan. Ada beberapa gereja
disini, seperti gereja ortodok, anglikan, dan katolik. Gedung-gedung ini dibuat
di daerah ketinggian, tapi tidak jauh dari pantai. Sehingga pemandangannya
bagus banget, menghadap pantai. Apalagi kalau cuaca lagi cerah seperti waktu
kita kesana. Selain gereja, disini juga ada Hakodate Public Hall, yang sering
jadi pusat kegiatan ala barat di zaman restorasi Meiji. Desain gedungnya meniru
Eropa. Bahkan ada hall untuk dansa-dansa.
Salah satu gereja di Motomachi
Menara gereja ortodoks
Ruang dansa-dansi ala eropa di Hakodate Public Hall
Salah satu bangunan ala barat dengan latar belakang pemandangan laut
Yang menarik di Motomachi ini, terjadi persaingan ketat
antar penjual softcream, atau sering disebut softo. Softo ini mirip dengan ice
cream cone yang dijual di McD di Indonesia. Di Jepang, softo bermacam-macam
rasanya. Mulai dari yang standar seperti rasa susu, cokelat, sampai rasa peach,
lavender, melon, dll. Di motomachi ini ada 3 penjual softo yang posisinya
sangat berdekatan. Jadi penjualnya berusaha membuat strategi bagaimana caranya supaya
softo mereka yang paling laku. Para spg sibuk membagi-bagikan kupon diskon
(walaupun diskonnya 20 yen tapi lumayan banget), dan teriak-teriak kalo softo
mereka yang paling enak se-Hokkaido.
Dari Motomachi kita bergerak menuju pantai untuk foto-foto
dan cari makan siang. Sebenarnya ke pantai bisa jalan kaki. Tapi capek ya kalau
harus nanjak lagi buat balik ke mobil. Keliling-keliling cari parkir di sekitar
pantai ternyata susah (susah dapat parkir gratisan maksudnya, hehe). Parkir
berbayar sih ada, tapi demi menghemat dan dapat tempat parkir yang teduh, nekat
parkir dipinggir jalan yang ada pohon rindang. Tapi malah sepanjang waktu makan
siang dan foto-foto kita jadi khawatir kena tilang. Walaupun nggak ditilang,
tapi nggak mau lagi deh parkir illegal. Kasihan sama teman saya yang punya SIM,
nanti poin SIMnya dikurangi kalau ditilang. Bisa berabe urusannya.
Hiasan lampu jalan dekat pelabuhan
Makan siang dengan menu seadanya di resto italia. Di Jepang
kalo udah nggak tau mau makan apa, memang pilihannya nggak jauh dari makanan
italia. Terutama kalau sudah eneg dengan sushi-sushian. Makanan italia sering
banget jadi penyelamat. Bahkan buat saya selama di Jepang ini lebih sering
makan makanan italia dibanding makanan jepang. Lidah Indonesia ini emang nggak
bisa nerima soyu terlalu banyak, lebih mending sama saos tomat dan tabasco.
Masih lanjut nih perjalanan, berikutnya naik ropeway a.k.a
kereta gantung ke gunung Hakodate. Stasiun ropeway tidak jauh dari Motomachi,
jadi kami masih muter-muter didaerah sekitar sana. Dari gunung Hakodate, kita bisa
lihat pemandangan kota Hakodate yang cantikkk sekali. Apalagi kalau malam hari
dan cahaya lampu kota mulai gemerlapan. Bahkan menurut wikipedia, night view
dari gunung hakodate termasuk 3 night view tercantik sedunia selain di Hongkong
dan Naples. Bener atau tidak harus dibuktikan sendiri J
Stasiun ropeway menuju gunung Hakodate
View kota Hakodate di siang hari
View kota Hakodate di malam hari
Tak disangka semakin malam pengunjung di gunung Hakodate
semakin ramai. Mungkin karena malam minggu juga ya. Selain itu aksesnya juga
gampang banget. Jangan dibayangkan naik gunung harus naik tangga yang tanpa
akhir seperti ke gunung Galunggung. Pengunjung cuma perlu bayar 650 yen (kalo
nggak salah, kelupaan dokumentasi harga), trus tinggal berdiri manis di dalam
ropeway.
Pengujung berjibun ingin menikmati night view kota Hakodate
Di atas tersedia café yang cozy dan lumayan enak. Harga sih
agak mahal, tapi masih terjangkau mengingat lokasinya di tempat wisata. Di atas
gunung pula.
Di gunung Hakodate ini kita ketemuan dengan seorang teman
yang lagi traveling keliling Jepang sendirian. Seru banget kayaknya, dari Tokyo
ke Kanazawa, terus menyusuri pantai barat Jepang ke arah utara, sampai ke
Hokaido. Tapi sendirian ya, hmm.. kesepian nggak tuh? Dari Hakodate, temen ini
mau nebeng mobil kami ke Sapporo. Lalu setelah itu dia melanjutkan
perjalanannya sendiri.
Jadi malam itu setelah puas keliling-keliling Hakodate, kami
balik ke Sapporo. 280 km lagi! Berangkat jam 9, sampai di Sapporo lewat tengah
malam, dan nggak tau mau tidur dimana! Ternyata internet café yang kami datangi
di Sapporo tidak mau menerima tamu yang
bukan member. Tak satu pun dari kami yang punya membercard. Sedangkan waktu di
Hakodate, internet café di sana ngebolehin aja dan nggak nanya apa-apa tentang membercard.
Mungkin mereka kasihan melihat 4 cewek asing dengan muka kuyu dan badan bau,
hehe.
Kami berempat ke-ce-wa! Padahal udah terbayang enaknya duduk
santai di kursi pijat, trus mandi, lalu tidur di ruang komputer. Pilihan kedua,
mau tidur di tempat karaoke. Tapi ternyata biaya karaoke di Sapporo mahal. Dan
kami para mahasiswa modal duit beasiswa nggak mau keluar duit banyak cuma buat
tidur di kursi karaoke.
Setelah menimbang-nimbang, dengan nekat (duh sering banget
nih pake kata ‘nekat’, harusnya cerita perjalanan ini dibuat judulnya “balada 4
cewek nekat di Hokkaido”, hehe). Oke, dengan nekat kami melanjutkan perjalanan
ke taman nasional Daisetsuzan, karena besoknya berencana hiking ke gunung
Asahidake, yang merupakan gunung tertinggi di Hokkaido. Jam 3 pagi nggak ada lagi
yang sanggup nyetir. Dan kami menginap di rest area (lagi), dengan mengambil
posisi tidur seadanya di dalam mobil. Nggak kedinginan?? Bangeett. Saya inget
terbangun dua kali sambil setengah menggigil. Lalu benerin pashmina dan mencoba
tidur lagi. Yahh namanya juga ngantuk, kondisi gimana pun pasti tertidur juga.