Sebenarnya
kalau sudah memasuki musim dingin jadi malas kemana-mana, terutama buat manusia
tropis seperti saya. Walaupun musim dingin di Tokyo jarang saljunya, tapi
dinginnya nggak kalah sama wilayah Jepang lainnya. Plus anginnya yang wuzz
wuzz! Sudah pakai heat tech dan jaket
sekian lapis juga tetap menggigil. Dan saya jadi kebiasaan menyetok kairo di saku jaket (pemanas sekali
pakai) atau ditempel di telapak kaki.
Jarangnya
turun salju di Tokyo ini juga bikin saya agak sebal. Masa hanya kebagian
dinginnya aja. Salju dong, salju! Biar pemandangannya kayak di film-film gitu.
Hampir tiga bulan musim dingin, baru sekali salju turun di Tokyo di pertengahan
Januari kemarin. Saljunya cukup parah dan membuat repot semua orang. Sepertinya
warga Tokyo memang punya ‘love-hate
relationship’ dengan salju. Sumringah kalau salju datang, tapi benci dengan
efeknya yang bikin semua orang jadi susah ngapa-ngapain. Banyak kereta yang
nggak jalan, mobil yang tergelincir, atau jalan kaki jadi gampang terpeleset.
Saat hujan salju, di jalan depan apato
Tapi
sayangnya, waktu badai salju ini suami sedang tidak di Tokyo. Dia cuma bisa lihat
sisa-sisa salju di pinggir jalan seminggu setelahnya. Agak kecewa sih, tapi ya
nggak kecewa-kecewa banget karena kita sudah merencanakan perjalanan singkat ke
Nagano, daerah pegunungan sekitar 220 km ke utara, dimana kita bisa liat salju
sepuasnya di sana.
Tujuan
utama kita ke Nagano adalah melihat monyet salju yang suka berendam di kolam
air panas. Dulu pernah baca artikelnya di majalah National Geographic, lupa
entah edisi kapan. Di seluruh dunia, hanya monyet-monyet di Jepang yang suka
berendam di kolam air panas (onsen). Sepertinya didukung oleh kondisi geografis
Jepang punya banyak gunung api dan sumber air panas alami. Mungkin nenek
moyangnya monyet disini pernah yang coba berendam, keenakan, dan jadi keterusan
sampai sekarang.
Monyet berendam di Jigokudani Yaen-koen
Lokasi
monyet onsen ini namanya Jigokudani Yaen-koen, atau Jigokudani Monkey Park.
Jigokudani sendiri artinya lembah neraka, karena situasinya menurut orang-orang
sini seperti neraka: curam dan banyak sumber air panasnya. Untuk mencapainya,
dari stasiun Tokyo kita berdua naik Asama Shinkansen menuju Nagano (7770 yen,
perjalanan 100 menit). Tiket shinkansen kita beli on the spot, tanpa reserve
seat. Untuk menjamin dapat seat yang nyaman, kita udah antri di line gerbong
unreserved sebelum keretanya datang. Untung juga kereta ini stasiun awalnya di
Tokyo, jadi kemungkinan untuk dapat tempat duduk lebih besar. Sedangkan kalau
saja kita naik dari stasiun Ueno, kayaknya tempat duduk sudah penuh. Bahkan di
stasiun pemberhentian berikutnya seperti Takasaki, masih banyak penumpang yang
naik dan berdiri karena tidak kebagian tempat duduk lagi.
Sampai
di stasiun Nagano, kita ganti kereta ekspres Nagano Dentetsu menuju Yudanaka
(1130 yen, 74 menit). Kereta ekspres ini masinisnya tidak ada di depan atau
dibelakang, tapi di bagian tengah kereta. Sedangkan dibagian depan dan belakang
jendelanya didesain agar penumpang dapat menikmati pemandangan secara maksimal.
Sepertinya kereta ini ditujukan untuk turis yang mengunjungi Yudanaka yang
punya banyak objek wisata. Tidak hanya monkey park, tapi juga Yamanouchi-machi
dan Shibu onsen yang terkenal dengan wisata onsen dari zaman dulu. Dan disini
juga ada ski resort terbesar se-Jepang, yaitu Shiga Kogen yang pernah digunakan
dalam olimpiade musim dingin tahun 1998.
Poster olimpiade musim dingin 1998, stasiun Nagano
Begitu
sampai di stasiun Yudanaka kita berdua jalan kaki menuju ryokan (hotel
tradisional Jepang), yaitu Shimaya ryokan yang jaraknya sekitar 400 meter dari
stasiun. Ryokan ini dipilih karena harganya yang relatif murah dibanding ryokan
sejenis, dan dapat review yang bagus di tripadvisor (14000 yen, tatami room
untuk 2 orang dengan private bathroom). Pemiliknya Yumoto-san mengurus sendiri
ryokan ini bersama istrinya. Bapak ini selalu sibuk kemana-mana mengantar tamu,
walaupun tidak diminta oleh tamu tersebut. Tiap ada yang terlihat mau keluar
dari ryokan, langsung ditanya, “Where are you going? I will take you!” Bahasa
Inggrisnya lumayan lancar untuk standar orang Jepang.
Shimaya ryokan, Japanese style sroom
Setelah
menaruh tas, saya dan suami langsung menuju monkey park, tentu saja diantar
oleh Yumoto-san. Bapak ini sudah seperti sopir pribadi untuk setiap tamu yang
menginap di ryokan nya. Seru sih, walaupun kadang kita jadi terburu-buru karena
tugas dia selanjutnya (mengantar tamu lain tentunya) sudah menunggu.
Ternyata
lokasi monkey park cukup jauh dari ryokan. Dari stasiun Yudanaka sebenarnya ada
bus, tetapi jadwalnya hanya 1 atau 2 bus tiap jam. Untung banget deh dianterin
sama Yumoto-san. Kita diantar sampai gerbang monkey park, dan melanjutkan
perjalan dengan jalan kaki sejauh 1,6 km. Jalannya berupa jalan setapak
melewati hutan pinus. Di kiri kanan penuh salju. Kebetulan hari itu salju turun
walaupun tidak deras.
Di depan gerbang menuju monkey park
Butuh
waktu sekitar 30 menit untuk sampai ke lokasi kolam onsen yang diisi oleh
monyet-monyet berendam. Sesampainya di lokasi, orang-orang sudah banyak yang
berdiri mengelilingi kolam air panas yang penuh dengan para monyet yang
berendam. Pengunjung sibuk memotret para monyet. Anehnya, monyet-monyet ini
seperti tidak peduli dengan banyaknya manusia. Mereka cuek dan lanjut berendam
dengan nikmatnya. Mau disorot sedekat apapun dengan kamera mereka tidak peduli.
Monkey onsen dan fotografer
Karena
cuaca yang super duper dingin, setelah sekitar 45 menit, saya protes supaya
suami menyudahi sesi pemotretannya. Kita balik jalan kaki ke gerbang untuk
makan tempura soba. Nikmat banget rasanya lagi kedinginan begini makan tempura
soba yang hangat. Lalu tak lama Yumoto-san menjemput dengan mobilnya untuk
kembali ke ryokan.
Ke
Yudanaka kurang sreg rasanya kalau tidak mencoba berendam di salah satu kolam
air panasnya, atau onsen. Disini onsen tidak hanya untuk monyet, tapi juga
untuk manusia. Konon sejak zaman samurai dulu, daerah ini sudah terkenal jadi
tujuan wisata onsen. Tempat onsen yang ada sekarang ini banyak diantaranya yang
sudah berdiri sejak ratusan tahun yang lalu. Oya, berendam di onsen ala jepang
semua pengunjung wajib bugil 100%. Berhubung suami ogah berbugil ria dengan
orang asing, Yumoto-san merekomendasikan tempat onsen outdoor yang punya kolam
privat. Dan lagi-lagi diantar sendiri oleh si Bapak. Sungguh pengalaman onsen
ini tiada duanya deh. Kolamnya outdoor, di tempat tinggi seperti diatas tebing,
jadi kita bisa menikmati pemandangan pedesaan ke bawah sambil berendam dan kena
hujan salju. Kita pesan onsen ini selama 50 menit seharga 2500 yen buat berdua.
Tidak begitu mahal juga, karena untuk onsen umum, perorang bayar 1000 yen. Pada
saat di jemput oleh Yumoto-san, kita minta diturunkan di warung sushi tak jauh
dari ryokan untuk makan malam.
Private outdoor onsen
Hari
kedua di Yudanaka. Dimulai dengan sarapan ala Jepang di restoran ryokan.
Sarapan ini tidak termasuk di biaya kamar, jadi perorang kita harus bayar 1200
yen. Atau bisa lebih murah kalau pesan western breakfast dengan menu
roti-rotian. Sarapan ala Jepang memang khas banget. Menunya beragam dengan
porsi kecil-kecil. Mulai dari nasi, ikan, sup miso, acar, buah, dll. Kenyang
banget.
Selanjutnya
kita berdua tidak punya rencana khusus. Hanya mau keliling menikmati
pemandangan kota. Yumoto-san mengantar kami ke Shibu-onsen, tak jauh dari
ryokan, dimana juga banyak terdapat onsen. Disini suasanya lebih eksotik. Ada
puluhan onsen yang bersebelahan satu sama lain, dihubungkan oleh jalan-jalan
kecil. Tamu yang menginap di daerah ini umumnya suka onsen hopping, atau
berendam dari satu onsen ke onsen lainnya. Saya dan suami hanya berkeliling,
mengambil foto, dan mampir di beberapa toko yang menjual kue-kue manis ala
jepang atau wagashi.
Shibu-onsen
Dari
shibu onsen, kita mampir ke kuil yang ada patung besarnya. Entah ini patung
apa, sepertinya kannon atau di Indonesia dikenal dengan nama dewi kwan im.
Setelah foto-foto dan membuat kehebohan dengan membunyikan lonceng besar
disana, kita berdua balik ke ryokan dengan jalan kaki.
Liburan singkat yang
mengesankan. Mudah-mudahan bisa balik kesini saat musim gugur nanti untuk
menikmati musim panen apel, karena waktu keliling kota dan sepanjang perjalanan
kita banyak sekali melihat perkebunan apel. Dan tentu saja mencoba lagi private
onsen outdoor yang sangat nikmat itu.
Ini video perjalanan ke Nagano kemarin, yang diupload di Youtube.
halo mba, kayaknya liburannya seru bgt tuh... sekitar bulan brp kemarin ksana?
ReplyDeleteakhir jan aku rencana ke jepang jg mba... dan udh niat mau main salju di gala yuzawa... :D.. tdnya malah mw k hokkaido spy bnr2 dpt salju, tapi kyknya cukup yg deket2 tokyo ajalah ;p..
ReplyDelete